![]() |
(Pemutihan terumbu karang. Foto: istimewa) |
Setelah satelit pemantau iklim mereka, mencatat bahwa bulan Februari 2024 lalu, merupakan bulan Februari dengan suhu rata-rata tertinggi sepanjang sejarah planet bumi.
Sembilan bulan terakhir juga merupakan 9 bulan suhu bumi tertinggi sepanjang sejarah.
Dan kemungkinan sebesar 45% suhu tinggi bumi ini akan terus bertahan sepanjang tahun 2024 ini.
Untuk mengetahui pengaruh peningkatan suhu global ini, terhadap ekosistem terumbu karang Indonesia, Sukaselam mencoba mewawancarai Bapak Safran Yusri, Direktur Eksekutif Yayasan TERANGI di kota Depok, Jawa Barat.
Yayasan TERANGI merupakan NGO tertua di Indonesia yang spesialis membidangi terumbu karang dan ekosistem pesisir.
Berdiri sejak 1999, TERANGI selama ini telah banyak mendampingi berbagai kelompok masyarakat dalam upaya rehabilitasi, restorasi, dan konservasi terumbu karang di seluruh Indonesia.
Salah satu karyanya yang paling populer sebagai situs selam, diantaranya situs APL Pramuka di Kepulauan Seribu, Jakarta.
NOAA mengeluarkan peringatan tentang kemungkinan terjadinya coral bleaching massal pada ekosistem terumbu karang global. Bagaimana dengan terumbu karang Indonesia?
Sejauh ini, dari networking kami, baru dapat laporan dari Bali saja, tentang adanya coral bleaching di sekitar Serangan dan beberapa titik di perairan Bali utara.
Tapi sporadis saja, hanya sedikit. Bukan pemutihan karang massal. Tidak seperti pemutihan massal pada 1998 dan 2015.
Apa akibat jika terjadi coral bleaching?
Ya kalau tidak segera teratasi, lama-lama ekosistem terumbu karang menjadi rusak. Mula-mula lapisan Zooxanthellae mati dan terkelupas, kemudian skeleton karang bisa menjadi hancur. Dan itu menyebar ke koloni.
Apa yang harus dilakukan jika terjadi coral bleaching pada ekosistem terumbu karang?
Coral bleaching bisa diibaratkan seperti stres pada ekosistem. Cara paling sederhana yang bisa segera dilakukan, ya dilakukan moratorium dulu.
Kalau peristiwa itu terjadi pada lingkungan perikanan tangkap misalnya, untuk sementara aktivitas penangkapan ikan pada area tersebut dihentikan dulu hingga ekosistem pulih.
Jika terjadi pada area pariwisata selam misalnya, ya aktivitas diving rekreasi pada terumbu tersebut dihentikan sementara, atau dikurangi jumlah tamunya, hingga ekosistem kembali sehat lagi.
Bagaimana sebenarnya situasi terumbu karang di Indonesia saat ini?
Tahun 1999 COREMAP melakukan survey terumbu karang Indonesia, hasilnya ketika itu dilaporkan status terumbu karang Indonesia itu sebagian besar rusak hingga sedang.
Sampai tahun 2014 telah ada upaya dari berbagai kelompok masyarakat, dari COREMAP, dan dari pemerintah, untuk memperbaiki situasi itu. Hasilnya, kemudian ada perbaikan sekitar 15% dari terumbu karang yang rusak, menjadi lebih sehat kembali.
Nah, pada 2015-2016 terjadi fenomena pemutihan karang massal kembali. Dan setelah itu, pemutihan massal sering terjadi berulang kembali setiap 2-4 tahun sekali, sampai sekarang.
Jadi tutupan karang yang tadinya sudah membaik, mengalami penurunan lagi.
Sekarang bisa dikatakan dalam status sedang. Yang dalam situasi sangat baik hanya sekira 5%.
Apa yang menyebabkan terjadinya coral bleaching?
Ada sebab global dan sebab lokal. Kalau dulu kerusakan terumbu karang lebih banyak diakibatkan oleh faktor lokal, seperti karena pemboman karang, penambangan terumbu untuk bangunan, dan praktek destruktif lain.
Kalau sekarang, tambah lagi ada faktor global. Faktor global ini bersifat lebih ekstrem dan massal. Seperti prediksi NOAA sekarang ini.
Karena kalau menurut prediksi IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), jika terjadi peningkatan suhu planet bumi lebih 2 derajat celcius maka akan terjadi punahnya terumbu karang massal, dan hanya sedikit yang bertahan.
Dan jika kenaikan suhu planet bumi 1,5 derajat celcius, maka separuh dari terumbu karang akan punah. Sehingga semua orang kini mewanti-wanti jangan sampai hal itu terjadi.
Sedang sebab lokal, sekarang ini juga semakin banyak; seperti sedimentasi yang meningkat, masuknya air tawar ke dalam laut yang semakin meningkat misal karena hujan deras dan banjir, penggunaan cantrang yang menyasar terumbu karang, akibat jangkar kapal nelayan, akibat berbagai tekanan aktivitas manusia misal ada reklamasi, dan juga akibat dari pembuangan sampah ke dalam laut terutama sampah plastik.
Apa inovasi terbaru dari TERANGI sekarang?
Kami sedang memperkenalkan sebuah platform baru yang kami namai TRIES (Terangi Ecomooring System), sebuah medium tambatan kapal terapung (mooring buoy) yang selain berfungsi sebagai tambatan kapal, juga berfungsi sebagai medium terumbu karang buatan.
Platform ini untuk mengurangi praktek pelemparan jangkar kapal wisata yang seringkali merusak terumbu karang.
Sudah kami ujicoba di beberapa tempat, diantaranya di Pulau Tunda. ***
Wahyuana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar