Kamis, 03 Mei 2018

Menyelam di Terumbu Lamun: Menjumpai Si Duyung Hingga Kuda Laut

Terumbu lamun (seagrass reef) di Raja Ampat (Foto: www.papuaparadise.com)
SUKASELAM.COM, Jakarta – Apaaa? Apa yang mau dicari, menyelam kok di padang lamun? Bukankah kotor dan jarak pandangnya buram? Begitulah komentar yang sering muncul, setiap kali saya mengajak teman untuk menyelam di terumbu lamun atau padang seagrass.

Tak sepenuhnya keliru juga sih dengan komentar itu, karena kalau kita menyelam di terumbu lamun di Kepulauan Seribu, Jakarta, dan Ujung Kulon, Banten, kebanyakan padang lamun memang tumbuh di perairan dengan visibility rendah. Meskipun, tak seburuk visibility di area bakau (manggrove). 

Karena ekosistem lamun di kedua spot selam tempat mainnya penyelam-penyelam Jakarta dikala libur akhir pekan itu, memang kebanyakan tumbuh di terumbu dangkal, kedalaman 1-3 meter saja, dengan subtrat terumbu berupa pasir putih bercampur lumpur laut dan pecahan karang.

Sekali kena efek kayuhan fin yang sembrono, substrat pasir putih itu akan berhamburan mengakibatkan visibility perairan berubah buram.

Namun, komentar itu juga tak sepenuhnya benar sih. Karena di perairan tropis Indonesia yang maha luas ini, ada banyak terumbu lamun dengan visibility sangat bening.

Sehingga layak diselami, atraktif, dan menarik dijadikan tema destinasi wisata selam.

Jarang-jarang lho di dunia ini spot selam padang lamun.

Mempopulerkan Selam Lamun
Tulisan ini lebih ditujukan kepada para pemandu wisata selam (dive guide) dan operator-operator wisata selam (dive operator) di Indonesia, agar lebih memberi perhatian dan mengembangkan inovasi wisata selam baru yakni selam rekreasi pada terumbu lamun. 

Guna untuk meningkatkan perhatian dan kepedulian (awareness) masyarakat, terutama para penyelam, pada ekosistem terumbu lamun.

Terumbu lamun sebenarnya seperti juga karakter terumbu karang. Ia sangat sensitif mengalami resiko kerusakan, jika terjadi aktivitas penyelaman rekreasi secara berlebihan. 

Namun, saat ini, jangankan untuk resiko degradasi akibat penyelaman rekreasi, untuk tahu adanya ekosistem terumbu lamun pun, pengetahuan masyarakat Indonesia masih kurang. 

Bahkan, dari survey ringan yang dilakukan penulis melalui sosial media, menemukan bahwa 90 persen orang Indonesia saat ini: tidak tahu apa itu terumbu lamun, belum pernah melihat lamun di laut, dan tidak tahu perbedaan antara tumbuhan lamun (seagrass) dengan rumput laut (seaweed).

Sehingga masih diperlukan upaya-upaya membangun pengetahuan masyarakat akan adanya ekosistem terumbu lamun di laut, salah satunya melalui mengembangkan minat wisata selam terumbu lamun.

Untuk itu, operator wisata selam dan para pemandu wisata selam merupakan ujung tombak upaya itu.

Juga perlu diketahui oleh para penyelam, bahwa situs-situs selam terumbu karang yang bagus, biasanya terletak terlindungi ekosistem lamun.

Sehingga lamun juga berperan penting untuk menjaga keberadaan ekosistem terumbu karang.

Situs Selam Lamun
Pulau Birie di kawasan selatan Selat Dampier, Raja Ampat, saat ini merupakan satu-satunya destinasi wisata selam terumbu lamun paling populer di Indonesia.

Terutama di situs selam Birie House Reef dan Birie Open Water.

Pulau kecil ini dapat ditempuh sekitar 3 – 4 jam dengan perahu motor cepat dari dermaga Pelabuhan Waisai, Raja Ampat.

Terumbu lamun yang tumbuh di sekeliling Pulau Birie sebenarnya juga tidak terlalu tebal. Namun karena terletak di tengah perairan yang sangat bening, jarak pandang 20 – 30 meter, sehingga sangat ideal untuk lokasi penyelaman rekreasi. 

Lamun di sekeliling Pulau Birie, di beberapa lokasi, juga tumbuh hingga kedalaman lebih 5 meter.

Sehingga cukup menantang untuk dijelajahi, dan cocok untuk setiap level penyelam.

Beragam spesies biota laut bisa ditemui di terumbu lamun sekitar Pulau Birie, dari penyu hijau, kuda laut kerdil, ikan pipa, cumi, kepiting, siput laut, duyung, hingga ular laut.

Meski untuk bertemu duyung, hanya keberuntungan yang bisa memastikannya.

Sedangkan di lokasi-lokasi lain di Raja Ampat, seperti di Atol Wayag, perairan Waisai, Pulau Mansuar, dan sekitar Pulau KRI, juga banyak ditemui terumbu lamun, namun belum populer sebagai lokasi wisata selam lamun.

Sedang di luar kawasan Kepulauan Raja Ampat, penyelaman rekreasi terumbu lamun juga belum populer.

Padahal, juga memungkinkan untuk dikembangkan dan bisa menarik minat wisatawan selam.

Diantaranya di Alor (sekitar Pulau Pura dan Pulau Ternate), Bunaken (sekitar Pulau Mantehage), Wakatobi (sekeliling Pulau Kaledupa), Teluk Sekotong Lombok (sekitar Pantai Ela-Ela), dan sekitar kawasan Pulau Kokoya Morotai. 

Ekosistem lamun di Kepulauan Natuna, Anambas, Bintan, dan Pulau Batam, pada awal 2000-an banyak mendapatkan perhatian dunia internasional. Berbagai upaya konservasi lamun dilakukan di wilayah ini. Setelah ada keprihatinan atas musnahnya duyung dan ekosistem lamun di sebagian besar kawasan Laut China Selatan bagian utara, dan yang tersisa tinggal ekosistem lamun di kawasan Laut Natuna dan Laut Natuna Utara. 

Namun, upaya-upaya konservasi lamun itu belum terdengar kabar keberhasilannya.

Syarat padang lamun dapat dijadikan situs selam rekreasi, yakni pertama terletak pada perairan jernih (jarak pandang lebih 10 meter), kedua tak beraurus, ketiga tumbuh subur hingga kedalaman lebih 3 meter, dan keempat lokasi penyelaman gampang diakses baik dengan snorkeling maupun scuba diving.

Sejak 2016, Kementrian Kelautan dan Perikanan, bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, World Wide Fund Indonesia, dan jaringan lembaga swadaya masyarakat internasional Dugong & Seagrass Conservation Projects (DSCP) telah mengembangkan sejumlah proyek konservasi terumbu lamun di beberapa tempat di Indonesia. 

Lokasi-lokasi konservasi terumbu lamun yang dikelola melalui proyek DSCP Indonesia ini, juga menarik untuk dikunjungi sebagai destinasi wisata selam terumbu lamun. 

Proyek konservasi lamun DSCP Indonesia diantaranya dilakukan di Alor, Nusa Tenggara Timur: yakni di pantai Desa Kabola dan Desa Pante Deera, Kecamatan Kabola, dan Desa Manuseli Kecamatan Pantar; Kotawaringin, Kalimantan Barat; Bintan, Kepuluauan Riau; dan Toli-toli, Sulawesi Tengah.

Khusus di Pulau Bintan, DSCP Indonesia bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat bahkan telah sukses mengembangkan zona-zona konservasi lokal yang diberi nama Daerah Perlindungan Padang Lamun (DPPL) di empat desa. 

Yakni DPPL di Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong, Desa Berakit Kecamatan Teluk Sebong, Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang, dan Desa Teluk Bakau Kecamatan Gunung Kijang.  

Terumbu karang tepi di sekeliling pulau-pulau kecil di perairan Desa Teluk Bakau, Kecamatan Gunung Kijang, selama ini juga sudah populer menjadi tujuan penyelaman favorit di Bintan. 

Memang tidak ada jaminan menyelam di lokasi-lokasi di atas akan bertemu dengan mamalia laut duyung.

Namun sangat berpeluang besar, karena lamun tumbuh subur, terlindungi, dan terjaga di lokasi-lokasi diatas. Sehingga sangat mungkin dihuni keluarga duyung.

Lamun vs Rumput Laut
Para penyelam sering cuek saja atau bingung membedakan antara lamun dengan rumput laut. 

Karena keduanya sama-sama sering kita jumpai tumbuh di pinggir pantai di kedalaman dangkal, tumbuh di atas terumbu pasir dan pecahan karang, dan sering kita abaikan dan injak-injak saja ketika turun menyelam dengan beach dive entry

Padahal keduanya sangat berperan penting dalam rantai makanan ekosistem laut dan menjaga kejernihan perairan laut.

Berikut ini gambar dan tabel penjelasan perbedaan dan persamaan antara lamun dan rumput laut.

(Foto: www.scubadiverlife.com)

Lamun vs Rumput Laut
Lamun (seagrass)
Rumput Laut (seaweed)
Tumbuhan
Alga
Memiliki organ seperti tumbuhan biasa, yakni berupa akar, daun, batang, bahkan meski hidup di dalam air tetap berbunga
Tubuh berupa thallus yakni perpaduan akar, daun, dan batang yang terangkai jadi satu
Warna hijau
Warna hijau, merah, cokelat
Berfotosintesis
Menyerap nutrisi berupa fosfor dan nitrogen
Tumbuh di pesisir, berperan penting dalam rantai makanan ekosistem laut
Tumbuh di pesisir, berperan penting dalam rantai makanan ekosistem laut

Di seluruh dunia tercatat 58 jenis lamun, 12 diantaranya telah teridentifikasi tumbuh di Indonesia. 

Diantara yang paling sering ditemui di Indonesia: Lamun Duyung (Thalassia hemprichii) paling banyak ditemui di seluruh perairan di Indonesia dan merupakan makanan kesukaan duyung, Lamun Tropis (Enhalus acoroides), Lamun Ujung Bulat (Cymodocea rotundata), Lamun Daun Bergigi (Cymodocea serrulata) sering ditemui tumbuh berakulturasi di area hutan bakau, dan Lamun Sendok (Halophila  ovalis).

Dalam bahasa nelayan Indonesia, lamun mempunyai banyak sebutan dalam bahasa daerah masing-masing diantaranya: lamun (Jawa, Sunda, Banten), rumput setu (Bintan, Kepulauan Riau), rumput pama (Kepulauan Seribu), samo-samo (Suku Bajo), rumput anang (Sulawesi), rumput lela (Lombok).

Dari Duyung Hingga Kuda Laut
Lamun saat ini dianggap tumbuhan paling favorit di dunia. Tumbuhan paling keren dan penting. 

Karena dari riset para peneliti, lamun diketahui mampu menyerap dan mengonsumsi Karbon (C) melebihi kemampuan tumbuh-tumbuhan lain.

Lamun dianggap mempunyai peran penting dan strategis dalam turut berperan mengatasi meningkatnya kandungan Karbon di udara, dan mengatasi ancaman pemanasan global (climate change).

Bertemu dengan duyung atau dugong (Dugong dugon) yang selalu menjadi impian setiap penyelam rekreasi ketika hendak menyelam di area terumbu lamun. Namun itu tidak gampang terjadi. 

Selain populasi duyung yang saat ini semakin menipis –meskipun belum ada penelitian kuat tentang perkiraan populasi duyung di perairan Indonesia saat ini maupun di masa lalu—juga sifat duyung yang pemalu dan selalu waspada setiap ada gerakan asing yang datang di lingkungan sekitarnya. 

Begitu penyelam datang, biasanya duyung akan segera bergerak pergi.

Bahkan, ketika penyelaman malam pun, mereka masih tetap sensitif dan selalu tetap waspada.

Sebaiknya pemandu selam dan operator selam (dive operator) tidak menjanjikan bertemu duyung ketika menjual paket-paket wisata selam terumbu lamun. Agar konsumen tidak merasa terkecoh.

Agar paket penyelaman tetap menarik, pemandu selam bisa menerangkan biota-biota laut menarik lain, selain duyung, yang bisa ditemukan dalam penyelaman di terumbu lamun. 

Seperti penyu hijau, belut laut, cumi, kuda laut, kepiting, teripang, dan gurita.***

SS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar